Banten – Kepala desa mana, bahkan kepada daerah mana yang tidak tergiur melihat sederet penghargaan yang melekat pada Desa Warungbanten. Desa yang terletak di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten ini terkenal dengan literasi yang memiliki Bumdes dengan pengelolaan yang tertata baik.
Desa Warungbanten merupakan satu di antara desa di Indonesia yang memiliki inovasi dan kreativitas tinggi yang dibangun oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang andal. Tidaklah heran desa ini beberapa kali mendapat penghargaan dari pemerintah daerah hingga kementerian.
Dari Jakarta, jarak tempuh untuk mencapai Desa Warungbanten sekira 197 kilometer atau memakan waktu tempuh sekitar tujuh jam, kalau menggunakan mobil pribadi. Menuju ke sana, kita bisa melewati rute Serang, bisa juga melintasi jalur Saketi, Pandeglang.
Ada beberapa alternatif transportasi lain, naik Commuterline misalnya dari stasiun Tanah Abang, lalu turun di stasiun terakhir di Rangkas Bitung, waktu yang tersedia dari pukul 07.00 Wib hingga pukul 11.00 Wib. Saya sarankan jika menggunakan moda transportasi yang satu ini, sebaiknya berangkat pagi hari agar tidak kesiangan saat naik kendaraan umum dari Terminal Cikotok menuju Desa Warungbanten. Risiko berangkat siang dari Stasiun Tanah Abang menuju Rangkas Bitung, Anda harus naik ojek dengan biaya Rp 15 ribu menuju Desa Warungbanten.
Rencananya, sesampai di Desa Warungbanten saya bersama tim akan bertemu dengan Pak Jaro Ruhandi, Kepala Desa Warungbanten. Namun karena sudah kesorean, saya singgah di satu unit Bumdesa Dewara yaitu warung serba ada, sembari ngopi dan berbincang dengan pengelolanya.
Rencana diskusi siang haripun diganti dengan malam hari, ba’da isya. Inilah hikmah yang saya dapatkan, niatnya ingin diskusi dengan Pak Kades, malam itu diskusi kami diramaikan dengan hadirnya perangkat desa, tokoh adat desa dan beberapa pengurus BPD yang juga hadir. Tentunya saya bersama sahabat pendamping dari Banten yakni Dwi Rahmanto dan pendamping desa, serta pendamping lokal desa.
Di sini, kami diajak berdiskusi tentang Desa Warungbanten yang sudah literasi. Rupanya desa ini tidak memiliki bangunan perpustakaan yang konvensional, yang menata buku bacaan di satu tempat. Justru buku bacaan ada di tempat warga berkumpul, seperti rumah adat, balai desa dan tempat berkumpul lainnya. Bahkan desa Warungbanten juga memiliki TBM Kuli Maca dan dari sinilah pembangunan Desa Warungbanten menggeliat di bawah pimpinan Jaro Ruhandi. Sehingga desa ini menjadi salah satu desa Literasi pada tahun 2018.
Bahkan beberapa penghargaan sempat ditorehkan oleh Desa Warungbanten. Pada 2017, beberapa penghargaan diterima Desa Warungbanten. Di antaranya, penghargaan dari Bupati Lebak sebagai pegiat Kampung Literasi, penghargaan dari Ikatan Penerbit Indonesia dan penghargaan dari perpustakaan nasional sebagai perpustakaan desa/kelurahan terbaik nomor 5 se Indonesia. Pada 2018, desa ini pun mendapat penghargaan dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai TBM kreatif-rekreatif, dan penghargaan dari kementrian sebagai Desa PDTT yaitu penghargaan sebagai desa prakarsa dan inovatif.
Tak hanya itu, desa Warungbanten mendapat penghargaan dari Satu Indonesia Award sebagai desa inovatif dalam pengembangan pertanian alami. Pada 2019, Desa Warungbanten mendapat penghargaan nomor satu sebagai Bumdes Inovatif pada program inovasi desa.
Warungbanten juga menjadi desa percontohan di Provinsi Banten dalam pembuatan profil desa, sehingga desa tidak lagi kesulitan mengelola potensi desa. semua pontensi desa sudah ada di dalam profil desa. Sehingga dalam proses perencanaan pembangunan desa juga mengacu pada profil desa, dan arah pembangunan yang tertuang dalam RPJMdes bisa dilaksanakan secara baik.
Wajar saja, Desa Warungbanten sering menjadi rujukan kunjungan. Warga desa lain yang ingin belajar baik tentang Bumdesa ataupun tata kelola pemerintahan desa. Rata-rata tamu yang datang ke Warungbanten menginap di rumah Adat yang juga rumah tinggal Pak Jaro Ruhandi.
“Kami pernah kedatangan tamu dari Kabupaten Boalemo, yakni dari mahasiswa beberapa kampus. Ada juga tamu dari kepala desa di Kabupaten Fak-Fak, Papua Barat, tepatnya Kampung Brongkendik. Mereka belajar tentang Bumdesa, budaya, usaha ekonomi masyarakat, pendidikan serta masyarakat adat,” kata Pak Jaro Ruhandi.
Pagi harinya, kami diajak Pak Jaro Ruhandi keliling desa dan melihat kegiatan sehari-hari masyarakat. Saya melihat kegiatan pembuatan suling bambu, pembuatan wayang golek baik yang miniatur untuk aksesoris, ataupun untuk dimainkan di panggung. Kemudian kami melihat pembuatan golok khas Warungbanten, pembuatan tas ayaman dari bambu (Kanderon). Semua kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari desa. Bantuan dari desa berupa mengikutkan pengrajin ke beberapa pelatihan dan bantuan modal berupa pemberian alat-alat penunjang kerajinan. Hasil dari kerajinan ini sudah sering ikut dalam berbagai pameran, baik yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten atau provinsi, bahkan yang diadakan kelompok komunitas.
Pemerintah Desa Warungbanten memiliki bumdes yang bernama Bumdes Dewara. Bumdes Dewara ini ditetapkan oleh Pemerintah Desa Warungbanten pada tahun 2015, melalui Perdes nomor 4. Pengembangan potensi desa antara lain pengembangan makanan lokal, kerajinan tangan, literasi desa, wisata adat, pengelolaan curug dan pengembangan wisata pertanian.
Saat ini Bumdes Dewara menjalani jenis kegiatan berdasarkan kebutuhan penduduknya. Di antaranya warung serba ada, konveksi dan jasa transaksi keuangan. Waresda yang dikelola Bumdes ini tidak mematikan warung-warung yang ada di desa, karena barang yang dijual adalah sembako, dedak untuk ternak dan air kemasan.
“Ada cerita mengapa Bumdes Dewara membuka usaha konveksi. Karena desa kami selalu terlibat dalam kegiatan olahraga, dan selalu kesulitan dalam pembuatan kostum olahraga. sehingga anak-anak kesulitan membeli pakaian seragam sekolah, karena desa kami jauh dari ibukota kabupaten. Bahkan Desa Warungbanten lebih dekat ke Kabupaten Sukabumi, sekitar dua jam perjalanan. Maka sesuai hasil diskusi bersama pengurus Bumdes, dibuatlah usaha konveksi. Alhamdulilah pada 2016 konveksi mulai berjalan dengan modal awal Rp 35 juta. Sampai saat ini konveksi terus berjalan dan selalu mendapatkan order dari berbagai kalangan. Bahkan untuk wilayah Kecamatan Cibeber, hanya Desa Warungbanten yang memiliki usaha konveksi sehingga pasar yang tersedia sangat luas,” paparnya.
Meskipun Bumdes Dewara belum sebesar Bumdes lainnya, namun Bumdes Dewara tetap membagi hasil dari keuntungan untuk kegiatan sosial. Hal ini tertuang dalam AD/ART sebesar lima persen, dan harus dikeluarkan setiap tahunnya. Selain itu, Bumdes Dewara juga memasarkan produk lokalnya seperti kerajinan tangan seperti tas dari bambu, wayang golek juga angklung dan kerajinan lainnya.
Dalam usaha transaksi keuangan, Bumdes Dewara bekerjasama dengan BRI dan ini sangat mempermudah masyarakat dalam melakukan transaksi keuangan. Kedepannya Bumdes Dewara akan mengelola potensi desa lainya, yaitu pemanfaatan SITU yang ada di desa Warungbanten untuk wisata air, serta peternakan ikan, dan tetap menjadikan literasi desa untuk terus berkembang. Sehingga Desa Warungbanten akan mendapat kunjungan dari luar dan ini akan dapat dimanfaatkan sebagai peluang usaha baru. Sementara untuk wisata adat, perangkat desa dan tokoh adat (Kasepuhan) sepakat untuk mempertahankan adat yang sudah ada selama ini dan menjadi panutan dalam setiap tindakan.
“Saat ini desa Warungbanten juga melakukan pengembangan usaha baru yaitu pasar malam minggu. Pasar ini diisi oleh masyarakat desa kami baik sebagai penjual maupun sebagai pembeli yang menjual beraneka ragam seperti kebutuhan sehari-hari. Pasar ini di mulai dari 4 Agustus 2019 dan masih berjalan sampai saat ini. Pasar malam ini juga menampilkan layar tancap yang menanyangkan film dokumenter ataupun pembelajaran, serta cerita tentang Ddesa Warungbanten, mulai dari cerita dapat dana desa dan kemana dana desa ini di pergunakan,” kata Pak Jaro.
Selanjutnya Pak jaro Ruhandi megatakan, bahwa inilah cara kami melakukan transparansi pembangunan desa, karena dengan cara ini masyarakat bisa memahaminya.
Penulis: Susilawati