Madani-News.com – Semua sistem perekonomian pada dasarnya adalah rasional, apalagi jika hanya dilihat secara sempit, yakni dari kelancaran dan keberhasilan usahanya. Namun sebenarnya, rasionalitas-pun masih terbagi menjadi dua, yakni rasionalitas-pseudo dan rasionalitas-total. Mana yang termasuk salah satu dari kedua hal tersebut, dapat dilihat dari pandangan-pandangan secara diakronis bukan sekadar sinkronis.
Penulis disini akan melihat mana yang rasionalitas-pseudo dan mana yang rasionalitas-total. Rasionalitas-pseudo adalah sistem yang sebenarnya rasional, namun masih ada hal-hal integral yang membuat sistem tersebut gagal mencapai “Total” dan dianggap sebagai rasional yang “Pseudo”. Rasionalitas-total adalah sistem yang rasional (lancar dan berhasil) dan lebih banyak unsur yang membuat sistem tersebut sulit untuk dikatakan sebagai sesuatu yang “Pseudo”.
Sistem ekonomi kapitalis juga sebenarnya adalah sangat rasional. Dimana sistem perekonomian kapitalis sangat terbilang lancar dan berhasil. Perekonomian yang dijalankan tumbuh pesat dan banyak menghasilkan keuntungan yang sangat diperlukan dalam kaitanya dengan survival. Namun yang menyebabkan sistem kapitalis menjadi irasional adalah sikap-sikap seperti fetisisme dan reifikasi. Menihilkan posisi hubungan antar manusia untuk manusia, namun yang ada adalah manusia untuk efisiensi ekonomi.
Konsep-konsep seperti kapitalis adalah konsep yang sudah saatnya disadari tentang irasionalitasnya. Kemudian, secara persuasif masyarakat ditarik kepada konsep yang lebih sosialis dan lebih memahami antropologi, beralih kepada konsep yang memandang manusia sebagai pihak yang punya sudut subjektivitas.
Konsep perekonomian yang mampu untuk membuat manusia lebih banyak merealisasikan kebebasan pikiranya dan lebih manusiawi, tidak lagi eksploitatif. Konsep yang menghilangkan sifat reifikasi dan bentuk fetisisme.
Penulis kemudian ingin beralih kepada Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi) di Yosomulyo Kota Metro. Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi) ini adalah konsep pasar yang secara totalitas melibatkan partisipatif dari masyarakat. Unsur-unsur perealisasian kebebasan berfikir manusia baik dibidang seni, kuliner dan lain-lain telah dilakukan di Payungi.
Payungi banyak melakukan pemberdayaan kepada masyarakat. yang lebih menarik, Payungi adalah konsep pasar yang tidak terpengaruh dengan kediktatoran efisisensi ekonomi (tidak tendensius terhadap perolehan laba). Manusia di Payungi bukan sebagai alat untuk memperoleh keuntungan semata. Namun, walaupun demikian semua yang terlibat di Payungi banyak mendapatkan laba.
Payungi mendapatkan keuntungan secara financial yang bernilai ekonomis, selain itu juga tidak memeras tenaga manusia hanya sekadar untuk memeperoleh efisiensi ekonomi utnuk pribadi dan golongan tertentu. Hal itu yang kemudian Payungi lebih pantas disebut sebagai rasionalitas-total, jika dibandingkan dengan usaha-usaha besar kapitalis yang lebih pantas disebut sebagai rasionalitas-pseudo. Karena keberhasilan dan keuntungan yang diperoleh kapitalis hanya dirasakan semu oleh masyarakat bawah.
Payungi adalah konsep berbeda, keuntungan yang diperoleh payungi mampu terserap dan dirasakan oleh masyarakat bawah bahkan pelajar sekalipun, untuk kepentingan-kepentingan study. Kalaupun kemudian konsep-konsep seperti payungi ini kemudian diterpkan ke lingkup yang lebih besar “Negara” misalnya, mungkin rasionalitas perekonomian akan lebih total karena banyak dirasakan langsung keuntunganya oleh masyarakat.
Payungi memang belum besar “Sekarang,” namun Payungi adalah sebuah bentuk praksis dari sebuah kondisi objektif masyarakat yang dapat menghantarkan manusia yang ada di dalamnya sebagai makhluk bersejarah. Kemudian, konsep Payungi yang sudah menjadi praksis ini akan menentukan kondisi-kondisi objektif baru untuk generasi yang akan datang.
Tidak mudah untuk berpraksis. Praksis tidak bisa sewenang-wenang karena akan dibatasi dengan kondisi-kondisi objektif tertentu. Namun, Payungi merupakan praksis yang berhasil mendobrak segala kebekuan masyarakat.
Payungi dapat diartikan sebagai gerakan revolusi yang menghantarkan para kreator, baik dibidang kuliner ataupun seni untuk bisa memproduktifkan karyanya menjadi sebuah gerakan yang ekonomis. Memberdayakan masyarakat dengan selalu memberikan peluang keuntungan kepada masyarakat bawah tanpa campur tangan masyarakat borjuis-kapitalis.
Penulis : Wahyu Eko Prasetyo, S.E (Penggiat Bank Sampah Cangkir Hijau)