Madani-News.com – Manusia pada hakekatnya merupakan makhluk sosial yang memegang nilai-nilai budaya. Indonesia, misalnya, adalah sebuah negara yang mempunyai banyak keanekaragaman, baik suku, adat, dan agama yang melahirkan budaya-budaya tertentu. Perbedaan yang hakiki tersebut tentu akan melahirkan hasil yang melekat pada setiap adat, suku, dan agama.
Jawa, suku yang menampilkan kelemah-lembutan, adalah salah satu suku yang mempunyai adat dan melahirkan nilai-nilai budaya yang kerap disandingkan dengan nilai kejawen. Banyak saksi sejarah yang menerangkan bahwa budaya Jawa adalah budaya yang lahir dari kerajaan hindu-budha yang beralkulturasi dengan nilai-nilai keislaman yang dibawa oleh walisongo.
Fenomena modernisasi yang terjadi saat ini membuat banyak orang melupakan budayanya sendiri. Banyak anak-anak muda lebih suka menggunakan budaya asing untuk aktivitas tertentu. Mereka justru memilih untuk melestarikan budaya asing yang tidak memberikan nilai edukasi terkait sejarah keindonesiaan.
Tidak banyak orang yang sadar bahwa definisi negatif tentang kejawen akan mengikis budaya warisan nenek moyang. Mereka menganggap bahwa budaya nenek moyang tidak dapat mengikuti mode perkembangan zaman yang fleksibel dan menawarkan kebaruan. Saat ini, millenial Indonesia lebih suka mencari hal-hal menarik yang ditawarkan oleh asing dan mengabaikan nilai tradisi.
Modernisasi yang menawarkan banyak konsep kekinian lebih menarik daripada warisan nenek moyang. Padahal, budaya merupakan nilai yang kemudian menjadi identitas sebuah kelompok. Budaya adat jawa, misalnya, saat ini mulai termarjinalkan akibat pengejewantahan sebuah nilai histori. Mereka tidak tahu bahwa nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya banyak memberikan nilai-nilai pembelajaran dan pengetahuan.
Justifikasi tanpa dasar yang jelas tersebut telah mampu mendeskreditkan budaya orang-orang Jawa. Banyak anggapan bahwa budaya Jawa merupakan budaya yang keluar dari nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Budaya Jawa dan kejawen yang kerap dialamatkan pada sebuah ritual dianggap bahwa itu merupakan aktivitas yang mempercayai hal-hal yang berbau mistis saja.
Budaya pada dasarnya mengajarkan untuk kita membaca, menulis dan mendokumentasikan. Islam abangan yang dibawa oleh Sunan Kalijogo sering diartikan berbeda dengan Islam pada umumnya. Maka, membaca adalah hal yang perlu dilakukan untuk membuka pikiran rasional manusia. Menulis dan mendokumentasikan apa yang menjadi nilai-nilai historis, seperti yang dilakukan oleh greetz adalah hal yang perlu dilakukan.
Secara fakta, tidak banyak orang yang tahu dan mengerti tentang kebudayaan Jawa. Budaya slametan, piton-piton, yasinan, dan lain sebagainya yang merupakan budaya warisan yang seri g disalahartikan oleh kelompok tertentu sehingga terbangunlah sebuah isu tentang ajaran yang menyimpang.
Observasi sebelum menilai adalah budaya yang tidak terjaga di lingkungan akademisi maupun masyarakat awam. Budaya yang saat ini terjaga di lingkungan masyarakat merupakan hasil kerja sosial nenek moyang, sebelum mereka mengenal arti teknologi.
Revolusi industri yang terjadi saat ini tentu akan membantu untuk menggali informasi yang mendalam terkait budaya yang telah menghilang. Visualisasi dan virtualusasi yang dapat dilakukan oleh siapa saja tentu harus dimanfaatkan untuk hal-hal positif. Itu merupakan upaya untuk menjelaskan tentang unsur-unsur sejarah dan nilai pengetahuan yang terkandung di dalam budaya warisan nenek moyang.
Tidak banyak orang yang mampu meyakini bahwa budaya adalah saksi sejarah. Greetz adalah salah satu orang yang tertarik dan mampu memdemonstrasikan Jawa dan kejawen ke dunia, yang ditulis dalam bukunya dengan judul “The Religion of Java.” Saya rasa buku ini menarik dan tepat didiskusikan untuk menggambarkan tentang Jawa dan budayanya.
Greetz secara jelas mendeskripsikan tentang Jawa dan budaya yang terkandung didalamnya. Cliffort Greetz, seorang antropologist Amerika, menemukan bahwa budaya Jawa memiliki banyak folosofi dan nilai yang seharusnya tetap dilestarikan. Penelitian yang dibukukan tersebut merupakan sebuah bukti dimana Indonesia mempunyai hal yang berbeda dan menarik daripada budaya negara lainnya.
Kesadaran Greetz tersebut seharusnya menjadi auto kritik kepada masyarakat Jawa yang tidak sadar untuk memudayakan nilai kebudayaan Jawa kepada generasi nya. Di lain hal, justru sebaliknya, kesadaran untuk melestarikan budaya nenek moyang dilakukan oleh generasi muda.
Inilah Indonesia, negeri yang kaya dengan budaya, namun tidak dapat menerjemahkan apa budaya itu kepada generasinya.
Penulis : Dwi Nugroho, SE