Konsumsi Kota?

Penulis : Dharma Setyawan (Penggerak Pasar Yosomulyo Pelangi)

Pernahkah kita bertanya serius kemana uang APBD kota ini mengalir? Atau skala provinsi kemana uang ABPD provinsi ini banyak mengalir? Begitu juga dengan Indonesia secara nasional tentu jawabannya di Jakarta. Kita bicara kota Metro saja. APBD Metro hampir 1 Triliun. APBD tahun anggaran 2019 yang semula Rp. 942.581.953.970 sehingga menjadi Rp. 987.965.657.344.

Jamak diketahui, Kota Metro tidak ada pabrik dan perusahaan besar. Kota Metro mengandalkan perputaran barang dan jasa. Di luar itu, banyaknya perguruan tinggi menumbuhkan tingkat konsumsi pendatang yang menetap untuk belajar di kota ini. Di pinggir kota warga masih banyak yang mengandalkan rezeki dari pertanian, peternakan, buruh, dan lainnya.

Lalu bagaimana cara pemerintah dan perguruan tinggi negeri membantu menumbuhkan perekonomian kota? Salah satunya dengan membangun perputaran konsumsi lokal. Saya seringkali menyampaikan di dinas, di forum warga, di perguruan tinggi, saat menjadi pembicara bahwa kota ini harus pandai memutar konsumsi modal uangnya di sekitar kota ini. Karena ini adalah cara kita memastikan uang banyak beredar di sekitar kita.

Saya juga apresiasi, banyak penggerak-penggerak wisata dan ruang kreatif berbasis warga yang mencoba membangun daya tarik sehingga warga luar kota datang ke Metro. Adanya taman Bunga dan Wisata berbasis warga harus disadari oleh pemerintah bahwa warganya banyak yang bergerak kreatif. Pemerintah harus memberi contoh nyata bagaimana kegiatan rutin dinas dilakukan di kota sendiri. Tidak perlu menyewa hotel di luar kota. Syukur kalau mulai sadar dengan modal dana kelurahan 350 juta dari pusat untuk memperbaiki kantor aula kelurahan agar layak menjadi ruang sewa untuk kegiatan pemerintah itu sendiri. Selain itu konsumsi makan dan snack diurus oleh komunitas berbasis warga sekitar kelurahan.

Dam Raman, Payungi, Sumbersari, Lapangan Samber, Taman Bunga, TMII, Taman Edukasi, Kolam Renang, dan lainnya menjadi pilihan menarik bagi warga kabupaten lain untuk menikmati libur bersama keluarga. Maka wisata keluarga berbasis partisipasi juga harus mendapat prioritas dari pemerintah kota. Bukan hanya kebijakan pemerintah, tapi harus menjadi gerakan warga.

Perguruan Tinggi juga punya SDM yang dapat membantu secara nyata bagaimana kreatifitas para kaum terdidik membantu pemerintah kota mewujudkan visi misi. Jangan sampai perguruan tinggi dan pemerintah asyik dengan dunianya sendiri. Semua elemen, bersama warga kreatif harus sinergi untuk membangun perubahan kota. Kota Metro dikemudian hari harus memulai dari pinggir, dan membuat kota ini dinamis. Memutar konsumsi di lokal adalah salah satu cara membuat warga kota ini tetap menikmati kue pembangunan. Apakah pejabat dari luar Metro juga sanggup berkomitmen untuk tinggal di kota ini?