Penulis: Dharma Setyawan (Penggerak Pasar Yosomulyo Pelangi)
Menteri Desa Abdul Halim Iskandar membuat gagasan Desa Surga (semua untuk warga). Desa Surga adalah ruang hidup yang menampung warga sebagai subyek untuk disetujui, mendapatkan hasil pembangunan, dan nyaman dalam kehidupan sehari-hari. Jika benar-benar warga sebagai subjek, maka yang harus dilakukan adalah memberi ruang komunikasi yang maksimal terhadap semua warga untuk berembug gagasan tentang desa.
Kanal aspirasi ini tentu didorong oleh tokoh masyarakat, tokoh agama, RT, RW, dan Pemuda. Jamak diketahui, bahwa selama ini penggunaan dana desa masih terpusat pada domain aparat desa dan masyarakat cenderung menjadi objek. Setelah aspirasi terpenuhi, maka warga diberikan peran untuk memulai kembali sistem sosial, mulai dari budaya gotong royong, budaya koperasi, mamaksimalkan kas-kas iuran masyarakat, bahkan yang paling penting, integrasi modal sosial dan spiritual.
Desa Surga punya imajinasi “semua untuk warga.” Masyarakat desa yang memiliki pijakan sosial dan spiritual digerakkan melalui kesadaran berbuat untuk kepentingan bersama. Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi) punya pengalaman tersendiri dengan menggerakkan basis spiritual. Uang kas mushola 15 juta, 1 tahun yang lalu kami berani menggunakan untuk modal dagang Ibu-ibu. Dua kali gelaran Payungi uang kembali tanpa bunga.
Desa Surga pada dasarnya bukan jualan konsep agama, tapi membangun trust (saling percaya) antar warga. Jadi sebelum menggunakan dana desa, warga harus terlatih menggunakan dana publik berbasis sosial (iuran warga) dan spiritual (kas rumah ibadah). Ketika iklim tranparansi kas spiritual, budaya iuran, gotong royong dan kanal arpirasi sudah tumbuh, dana desa digunakan untuk menyelesaikan pembangunan fisik.
Menteri Desa memberikan 7 instrumen menuju Desa Surga: pemenuhan layanan dasar (pendidikan dan kesehatan), pembangunan infrastruktur, pengembangan ekonomi, pemanfaatan SDA, modal sosial dan partisipasi masyarakat, mitigasi belanja dan ketertiban dan mitigasi konflik.
Pada dasarnya pembangunan fisik tidak menjamin keberlanjutan. Mengapa? Keberlanjutan itu sistem sosial, bukan fisik. Berapa banyak bangunan fisik dibangun pemerintah, tapi tidak terjadi sistem keberlanjutan karena minus gerakan sosial. Jadi pembangunan itu seharusnya menimbang apakah gerakan sosial berlanjut atau tidak.
1 tahun Payungi telah mencatat nilai transaksi 2 Miliar. Uang masuk ke “semua warga.” Memastikan keberlanjutan, Payungi sudah lalui. Langkah ke depan adalah menyelesaikan persoalan infrastruktur, drainase, paping, ruang pertemuan Payungi Meeting Room, Revitalisasi tobong bata, sot selfie, Rumah Baca, Homestay Warga, MCK, fasilitas kesenian budaya dan infrastruktur lainnya.
Payungi, dalam satu gelaran nilai transaksi stabil di atas 40 juta. Keuntungan Payungi “semua untuk warga”, tahun ke 2 kami menaikan level dari warga yang digerakkan kemudian menjadi penggerak. Sangat terlihat dampak spiritual dan sosial dari aktivitas Payungi. Dampak spiritual, para pedagang setelah gelaran, mereka infaq ke mushola yang dulu pernah memberikan kebaikan meminjamkan modal dagang. Hasilnya kami mula merombak mushola lantai 1 untuk Payungi Meeting Room, depan ada 3 ruko untuk gallery dan lantai atas untuk mushola.
Dampak sosial, warga pedagang punya kas untuk memperbaiki tampilan pasar. Mereka makin guyub, gotong royong, belajar pesantren wirausaha setiap malam kamis, tumbuh arisan pedagang, dan terus membangun gagasan di kanal media sosial, whatsApp, facebook, instagram. Jadi dampak sosial dan spiritual ini adalah surga itu sendiri. Pertanyaan besar, bagaimana mereplikasi model gerakan seperti ini ke wilayah lain? Tentu tidak harus pasar.
Jawabannya tentu tidak mudah, ada 3P yang berulang kali saya tulis. Pengetahuan, Potensi dan Penggerak. Semua unsur itu harus simultan, dan tidak boleh berhenti dikerjakan. Desa Surga (semua untuk warga) tidak lahir karena gagasan individu tokoh, tapi adalah mimpi semua orang yang tinggal di wilayah tersebut. Desa Surga juga bukan hanya mimpi Menteri Desa, semua warga punya peran penting mendaratkan gagasan satu per satu.
Membangun pengetahuan dilakukan dengan kelas-kelas kreatif, forum warga, pelatihan media, pelatihan skill warga. Menggali Potensi dengan terus mengajak semua warga untuk memberikan ide dan melaksanakan bersama-sama. Bahkan melahirkan penggerak baru penting dibangun setelah konsep pengetahuan dan potensi terpenuhi, semua orang akan menjadi penggerak karena basis pengetahuan dan kesadaran sudah tercukupi. Mari berjuang untuk Desa Surga (semua untuk warga). (Red)
Dharma Setyawan
Penggerak Pasar Yosomulyo Pelangi