Madani-News.com – Makasar – Aksi bersama dalam rangka World Cleanup Day (WCD) 2019 yang diselenggarakan serentak di 157 negara dan melibatkan 13 juta relawan, juga meriah di Makassar, Sabtu 21 September 2019. Mereka berasal dari berbagai kalangan, ada mahasiswa dari beberapa kampus di Makassar, jurnalis, komunitas, dan pihak pemerintah.
Ratusan relawan tersebut berkumpul dan menyatu dengan visi yang sama, melakukan aksi bersih. Sampah-sampah plastik jadi sasaran utamanya. Dengan tulus dan penuh semangat, mereka memulai aksinya di sekitaran pantai losari, Dermaga Kayubangkoa, Pulau Lae-Lae, hingga ke Penyeberangan Popsa.
Di sekitaran pantai losari, sampah plastik paling banyak di pinggiran laut. Ada kemasan minuman, makanan instan, sedotan, hingga kantong plastik. Mereka juga memungut sisa-sisa puntung rokok yang berseliweran di pinggiran pantai.
Butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengumpulkannya. Tetapi, semua tampak ringan lantaran dilakukannya bersama-sama.
Para relawan yang didominasi perempuan dan anak-anak muda itu tampak tak jijik dalam beraksi. Mereka bekerja secara swadaya untuk menyerukan penyelamatan bumi dari kepungan plastik sekali pakai.
Sesekali ada yang menggerutu, bukan karena kelelahan yang menderanya—tetapi, kesal dengan realitas sosial. Yah, Indonesia memang sedang darurat sampah plastik. Lalu, pada saat yang sama, perilaku masyarakat masih sangat buruk dalam memperlakukan limbah plastik.
Umumnya, masyarakat masih melihat sampah plastik sebagai sesuatu yang tak berbahaya. Lihat saja, bagaimana sampah plastik bergentayangan di mana-mana. Berton-ton sampah plastik berakhir di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA), selebihnya meluber ke lautan dan terdampar di pesisir. Tak heran, bila ada aksi bersih seperti ini, sampah plastik yang dihasilkan selalu menggunung.
Menularkan aksi baik
Tentu, aksi bersih sekaliber WCD bukanlah solusi instan yang mendadak membersihkan lingkungan dan mengurangi sampah plastik. Pesan penting di balik aksi ini jauh lebih besar yakni bagaimana menularkan semangat anti plastik sekali pakai di masyarakat.
Kita membutuhkan kolaborasi dan kerja bersama, sebab tanggungjawab kebersihan lingkungan bukan semata beban pemerintah. Gaya hidup konsumtif memang memicu penggunaan plastik sekali pakai.
Di pantai losari pagi ini misalnya, kemasan nasi bungkus tak jarang ditemui telantar di mana-mana. Padahal, sampah plastik yang terbuang itu merusak lingkungan karena memerlukan waktu ratusan tahun untuk terurai di dalam tanah.
Kepala Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Sulawesi dan Maluku (P3E Suma), Dr. Darhamsyah, M.Si., yang hadir menyemangati para peserta WCD, menjelaskan betapa berbahayanya sampah plastik.
Sembari ikut serta memungut sedotan plastik yang dijumpainya di Dermaga Kayubangkoa, Darhamsyah menantang para relawan: “masih mau pakai sedotan plastik?” Serentak semua menjawab: “Tidak lagi pak!” Sebuah jawaban tegas atas kesadaran mendalam, betapa sedotan plastik sekali pakai akan berakhir di lautan dan membahayakan lingkungan.
Momen WCD di Makassar 2019 kali ini memang lebih berkesan, karena ada juga Soft lounching buku “Enjoy Life with Eco-Life” karya Darhamsyah. Sebuah buku yang membahas tentang pentingnya meraih kebahagiaan dengan gaya hidup hijau.
Semua harus dimulai saat ini. Gaya hidup ramah lingkungan harus dimulai dari diri sendiri, pada anak-anak muda. Tugas kita semua berikutnya adalah menularkan semangat hidup ramah lingkungan itu pada banyak orang. Harus dengan aksi nyata, bukan sekadar selebrasi dan kata-kata!
Sumber : Klikhijau.com